Cara Melihat Setan
Semua orang pasti tahu apa itu setan, atau lebih tepatnya kualitas atau perbuatan setan. Namun, jika “memaksa” ingin melihat setan, ada baiknya belajar dari cerita di bawah ini. Suatu ketika, seorang suami yang galak membuka obrolan kepada istrinya, “Aku ingin melihat setan!”
“Tenang, aku tahu caranya,” balas sang istri.
Sang istri kemudian beranjak pergi, dan segera kembali membawa sesuatu. “Lihatlah ke cermin ini. Di situlah kamu akan lihat setan!”
Kisah di atas tidak untuk dijadikan bahan menjahili seseorang. Akan tetapi, cerita tadi sekadar alat untuk melihat bahwa setan itu ada di diri kita masing-masing.
Cara melihatnya adalah dengan melakukan refleksi atas pelbagai sikap dan sifat kita yang tak bersesuaian dengan standard yang benar.
Jika mengaca lalu melihat ada biji kesombongan di diri kita, itulah kualitas setan. Jika nafsu membuncah dan tak ada kendali untuk disalurkan di jalan yang benar, akuilah bahwa setan sedang berjalan bersama kita.
Melihat rupa setan secara wujud material tak terlalu penting, karena yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengenali “rasa” setan tersebut. Kita bisa beranalogi dengan jus; kemampuan mengenali rasa buah itu lebih penting ketimbang menyaksikan pohon atau bahkan buahnya.
Rasa setan yang paling jelas adalah keburukan dan ketidaktenangan. Yang disebut buruk menurut standard agama adalah setan. Yang menimbulkan kegundahan dan tekanan batin seperti kezaliman dan kemalasan juga setan.
Orang lain menyebut rasa setan dengan dosa. Artinya, jika melakukan dosa, saat itu kita adalah setan sebab rasa itu timbul karena ada sumbernya. Dan, sumber atau pelaku dosa itu adalah kita sendiri.